Awan sedikit mendung, ketika kaki-kaki kecil Yani berlari-lari gembira di atas jalanan menyeberangi kawasan lampu merah Karet.
Baju merahnya yg kelihatan besar dari saiz ukuran badannya melambai Lambai di tiup angin. Tangan kanannya memegang ais krim sambil mengangkat ke mulutnya untuk dicicipi, sementara tangan kirinya mencengkram Ikatan sabuk celana ayahnya.
Yani dan ayahnya memasuki wilayah pemakaman umum Karet. Berputar sejenak ke kanan dan kemudian duduk di atas selonggok nisan "Hj Rajawali binti Muhammad 19-10-1915:20- 01-1965"
"Nak, ini kubur nenekmu mari Kita berdo'a untuk nenekmu" . Yani melihat wajah ayahnya, lalu menirukan tangan ayahnya yg mengangkat ke atas dan ikut memejamkan mata seperti ayahnya. Ia mendengarkan ayahnya berdo'a untuk neneknya...
"Ayah, nenek waktu meninggal umur 50 tahun ya ayah?" Ayahnya mengangguk sambil tersenyum, memandang pusara Ibu-nya.
"Hmm, bererti nenek sudah meninggal 42 tahun ya ayah...? " Kata Yani berlagak sambil matanya menerawang dan jarinya berhitung. "Ya, nenekmu sudah di dalam kubur 42 tahun ... "
Yani memutar kepalanya, memandang sekeliling, banyak kuburan di sana. Di samping kuburan neneknya ada kuburan tua berlumut "Muhammad Zaini: 19-02-1882 : 30-01-1910"
"Hmm.. Kalau yang itu sudah meninggal 106 tahun yang lalu ya ayah?", jarinya menunjuk nisan disamping kubur neneknya. Sekali lagi ayahnya mengangguk. Tangannya terangkat mengusap kepala satu-satunya anak kesayangannya. "Memangnya kenapa nak ?" kata sang ayah menatap teduh mata anaknya. "Hmmm, ayah kan semalam bilang, bahwa kalau kita mati, lalu di kubur dan kita banyak dosanya, kita akan disiksa dineraka" kata Yani sambil meminta persetujuan ayahnya. "Iya kan ayah?"
Ayahnya tersenyum, "Lalu?"
"Iya .. Kalau nenek banyak dosanya, bererti nenek sudah disiksa 42 tahun di kubur? Kalau nenek banyak pahalanya, bererti sudah 42 tahun nenek senang dikubur .... Ya nggak yah?" mata Yani berbinar karena bisa menjelaskan kepada Ayahnya pendapatnya.
Ayahnya tersenyum, namun sekilas tampak keningnya berkerut, tampaknya cemas ..... "Iya nak, kamu pintar," kata ayahnya pendek.
Pulang dari pemakaman, ayah Yani tampak gelisah. Di atas sejadahnya, memikirkan apa yang dikatakan oleh anaknya... 42 tahun hingga sekarang... kalau kiamat datang 100 tahun lagi...142 tahun disiksa .. atau bahagia dikubur .... Lalu Ia menunduk ... Meneteskan air mata...
Kalau Ia meninggal .. Lalu banyak dosanya ...lalu kiamat masih 1000 tahun lagi berarti Ia akan disiksa 1000 tahun?
Innalillaahi WA inna ilaihi rooji'un . Air matanya semakin banyak menetes, sanggupkah ia selama itu disiksa? Iya kalau kiamat 1000 tahun ke depan, kalau 2000 tahun lagi? Kalau 3000 tahun lagi? Selama itu ia akan disiksa di kubur. Lalu setelah dikubur? Bukankah akan lebih parah lagi?
Tahankah?
Ya Allah... Ia semakin menunduk, tangannya terangkat, keatas bahunya naik turun tak teratur.... air matanya semakin membanjiri .
Allahumma as aluka khusnul khootimah.. berulang Kali di bacanya DOA itu hingga suaranya serak ... Dan ia berhenti sejenak ketika terdengar batuk Yani.
Dihampirinya Yani yang sedang nyenyak tidur di atas dipan Bambu. Dibetulkan selimutnya. Yani terus tertidur.... tanpa sedar, betapa sang ayah sangat berterima kasih padanya karena telah menyedarkannya erti sebuah kehidupan... Dan apa yang akan datang di depannya...
"Ya Allah, letakkanlah dunia ditanganku, jangan Kau letakkan dihatiku..."
No comments:
Post a Comment